Analisis Kontrastif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

ANALISIS KONTRASTIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Disusun Oleh:
Nama: Aprilia Wulandari
Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2016 A
NIM: 16188201021


STKIP PGRI PASURUAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2016 A
NOVEMBER 2017

Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif memiliki dua aspek penting, yaitu hakikat linguistik kontrastif dan analisis linguistik kontrastif.
1.    Hakikat Linguistik Kontrastif
Linguistik kontrastif adalah ilmu bahasa yang meneliti perbedaan-perbedaan, persamaan, dan keterkaitan yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Meoliono (1988:32) mengungkapkan bahwa linguistik kontrastif adalah membandingkan dua bahasa (atau lebih) dari segala komponennya secara sinkronis sehingga ditemukan perbedaan, persamaan atau kemiripan, dan perbedaan yang ada pada bahasa yang diperbandingkan.
Bapak linguistik kontrastif yaitu Robert Lado menyatakan bahwa linguistik kontrastif adalah perbandingan bahasa-bahasa pada periode tertentu atau satu zaman. Contohnya membandingkan kosakata bahasa Madura, Jawa, dan Sunda pada zaman Majapahit (Pateda 1988:48). Selain itu, Pateda (1994:48) mengungkapkan bahwa kontrastif adalah suatu cara yang digunakan untuk menganilis bahasa yang dilihat dari satu kurun waktu. Linguistik kontrastif membatasi pada pembangunan bahasa pada periode-periode tertentu atau satu zaman.
Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan. Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi sekaligus untuk membandingkan dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.
Kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan cara membandingkan dua data kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan data bahasa kedua (B2). Kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis, hasilnya akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan kesamaan dari kedua bahasa itu. Pembahasan data itu harus juga mempertimbangkan faktor budaya, baik budaya bahasa maupun budaya siswa. Hasil dari pembahasan tersebut akan diperoleh gambaran kesulitan dan kemudahan siswa dalam belajar suatu bahasa.
Menurut Brown (1980); Ellis (1986), dalam analisis kontrastif ada empat langkah yang harus dilakukan. Keempat langkah tersebut adalah:
1)  mendeskripsikan unsur-unsur bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2),
2)  menyeleksi unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) yang akan dibandingkan atau dianalisis,
3) mengontraskan unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) dengan cara memetakan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dianalisis,
4) memprediksikan unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) untuk keperluan pengajaran bahasa di sekolah.
Analisis kontrastif menurut Tarigan (1997), adalah suatu prosedur kerja yang memiliki empat langkah, yakni: (1) memperbandingkan B1 dengan B2, (2) memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa, (3) menyusun atau merumuskan bahan yang akan diajarkan, dan (4) memilih cara (teknik) untuk menyajikan pengajaran bahasa kedua. Dengan analisis kontrastif, diharapkan pengajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA) menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan untuk keperluan pengajaran bahasa kedua, terutama untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.
2.    Analisis Linguistik Kontrastif
Analisis kontrastif (contrastive analysis) adalah sebuah metode yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan antara bahasa pertama (B1) dan Bahasa target (B2) yang sering membuat pembelajar bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi bahasa kedua yang dipelajarinya tersebut (Brown, 1973). Dengan adanya analisis kontrastif ini diharapkan pembelajar dapat memahami bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah.
Moeliono (1988:32) menjelaskan bahwa analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Sedangkan kontrastif diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Perbedaan inilah yang menarik untuk dibicarakan, diteliti, dan dipahami. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan. Istilah kontrastif lebih dikenal dalam ranah kebahasaan (linguistik). Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah perbandingan antarbahasa, antardialek, termasuk bahasa baku meliputi (1) sistem fonologis, (2) sistem morfologis, (3) sistem fraseologi, (4) sistem tata kalimat, dan (5) sistem tata makna leksikal. Analisis kontrastif disebut pula linguistik kontrastif (Hamied dalam Pranowo 1996: 42). Kridalaksana (1983: 11) mengungkapkan bahwa analisis kontrastif merupakan metode sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dapat diterapkan dalam masalah praktis, seperti pengajaran bahasa dan penerjemahan.
Analisis kontrastif dalam kajian linguistik adalah suatu cabang ilmu bahasa yang tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu dapat terlihat (Lado dalam Pranowo, 1996: 42). Pada proses perbandingan sendiri adalah suatu hal yang memungkinkan untuk menemukan persamaan atau perbedaan.
Analisis kontrastif berkaitan dengan dua aspek penting, yakni aspek linguistik dan aspek psikolinguistik. Aspek linguistik berkaitan dengan masalah perbandingan dua bahasa. Dalam hal ini, tersirat dua hal penting, yaitu (1) apa yang akan diperbandingkan, dan (2) bagaimana cara memperbandingkannya. Aspek psikolinguistik, analisis kontrastif menyangkut kesukaran belajar, cara menyusun bahan pengajaran, dan cara menyampaikan bahan pengajaran (Tarigan, 2009: 19).
Analisis kontrastif dikembangkan dan dipraktikkan pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagai suatu aplikasi linguisik struktural pada pengajaran bahasa, dan didasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini.
a. Kesukaran-kesukaran utama dalam mempelajari suatu bahasa yang baru disebabkan oleh inteferensi dari bahasa pertama.
b. Kesukaran-kesukaran tersebut dapat diprediksi atau diprakirakan oleh analisis kontrastif.
c. Materi atau bahan pengajaran dapat memanfaatkan analisis kontrastif untuk mengurangi efek-efek interferensi. (Richard, et al dalam Tarigan, 2009: 5).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 (bahasa pertama) dan struktur B2 (bahasa kedua) untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut.
3.   Tujuan Analisis Kontrastif
Tujuan analisis kontrastif ini dilihat dari koteks pengajaran bahasa kedua. Dalam hal ini adalah pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Tujuan utama analisis kontrastif adalah mengatasi (solusi) masalah yang dihadapi oleh guru dan dialami oleh siswa dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Di awal, anda sudah mengetahui bahwa masalah yang dihadapi oleh siswa dalam belajar bahasa kedua itu antara lain: (1) siswa sering menghadapi kesulitan dalam pemerolehan bahasa kedua, dan (2) siswa sering menghadapi kesalahan berbahasa dalam proses pembelajaran bahasa kedua.
Analisis kontrastif berusaha mendeskripsikan masalah yang dihadapi siswa tersebut. Jadi, hasil analisis kontrastif adalah deskripsi data empiris tentang: (1) kesulitan siswa dalam pemerolehan bahasa kedua, dan (2) kesalahan siswa dalam proses pembelajaran berbahasa kedua. Merujuk pada pendapat Lado, deskripsi analisis kontrastif itu ditujukan untuk memprediksi atau meramalkan kesulitan dan kemudahan siswa (pembelajar bahasa) dalam belajar bahasa kedua. Tujuan analisis kontrastif selain untuk membantu pengajaran bahasa, juga untuk memperkuat kedudukan kedua ilmu itu, pendidikan (pengajaran bahasa) dan linguistik (linguistik terapan).
Kajian hasil analisis kontrastif, khususnya pada temuan adanya perbedaan antara bahasa pertama dengan bahasa kedua dapat digunakan untuk menentukan area isi pembelajaran bahasa kedua. Hasil itu biasanya mendeskripsikan tentang tingkat kesukaran dan kemudahan yang akan dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua, sehingga itu mempermudah pakar pengajaran bahasa dalam merumuskan urutan area isi dan proses pembelajaran bahasa kedua (Brown, 1980). Tujuan analisis kontrastif dapat membantu dalam perumusan area isi dan proses pembelajaran bahasa kedua.
Tujuan analisis kontrastif dihubungkan dengan proses belajar mengajar bahasa kedua, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Untuk penyusunan materi pengajaran bahasa kedua, yang dirumuskan berdasarkan butir-butir yang berbeda antara kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dan kaidah bahasa kedua (B2) yang akan dipelajari oleh siswa
b. Untuk penyusunan pengajaran bahasa kedua yang berlandastumpukan pada pandangan linguistik strukturalis dan psikologi behavioris
c. Untuk penyusunan kelas pembelajaran bahasa terpadu antara bahasa pertama (B1) siswa dengan bahasa kedua (B2) yang harus dipelajari oleh siswa
d. Untuk penyusunan prosedur pembelajaran atau penyajian bahan pengajaran bahasa kedua. Adapun langkah-langkahnya adalah: (1) menunjukkan persamaan dan perbedaan antara B1 siswa dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa; (2) menunjukkan butir-butir dalam B1 siswa yang berpeluang mengakibatkan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa B2 siswa; (3) mengajukan solusi (cara-cara) mengatasi intervensi terhadap B2 yang akan dipelajari oleh siswa; (4) menyajikan sejumlah latihan pada butir-butir yang memiliki perbedaan antara B1 dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa
4.    Ruang Lingkup Analisis Kontrastif
Analisis konstrastif merupakan cara memprediksi kemungkinan terjadinya kesulitan ataupun kemudahan pada diri pembelajaran (siswa) dalam memperoleh bahasa kedua. Jadi, ruang lingkup analisis kontraftif adalah menemukan atau menentukan pola-pola kesulitan dan kemudahan pada diri siswa dalam mempelajari dan memperoleh bahasa kedua. Pola itu dapat ditemukan atau ditentukan apabila dilakukan (1) deskripsi terhadap sistem bahasa pertama maupun sistem bahasa kedua (2) seleksi terhadap butir-butir kaidah dan bentukbentuk yang ada dalam bahasa pertama dan bahasa kedua, dan (3) kontras, yaitu: merumuskan pola sistem kebahasaan dari yang umum sampai ke hal yang lebih khusus ; tentu saja hasilnya menunjukkan perbedaan dan persamaan masing-masing unsur yang dikontraskan, dan (4) prediksi terhadap kesulitan dan kemudahan dalam memperoleh dan mempelajari bahasa kedua.
Dalam teori interferensi, diakui bahwa kesalahan berbahasa pada pembelajaran bahasa kedua, antara lain diakibatkan oleh transfer negatif dari unsur-unsur bahasa pertama (B1). Berdasarkan unsur-unsur bahasa, transfer negatif itu dimungkinkan terjadi pada tataran: (a) fonologi, (b) morfologi, (c) sintaksis, (d) semantik maupun (e) tataran wacana. Berdasarkan taksonomi strategi performasi, kesalahan berbahasa itu terjadi akibat: (a) penanggalan (omission), (b) penambahan (addition), (c) kesalah bentukan (misformation) ataupun (d) kesalah urutan (misordering) unsur-unsur bahasa (B1) pada penggunaan unsur-unsur bahasa kedua (B2).
Ukuran kesahan dalam bahasa Indonesia dapat didasarkan pada faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi dan kaidah kebahasaan. Ukuran itu dikembangkan dari pernyataan Pergunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apabila bahasa Indonesia yang dipergunakan berada di luar ukuran itu, maka itu dipandang memiliki kesalahan. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi antara lain adalah sebagai berikut.
a. Siapa yang berbahasa dengan siapa.
b. Untuk tujuan apa berbahasa.
c. Dalam situasi apa (tempat dan waktu) berbahasa.
d. Dalam konteks apa (partisipan lain, kebudayaan, suasana) berbahasa.
e. Dengan jalur mana (lisan atau tulisan).
f.  Dengan media apa (tatap muka, bertelepon, surat, koran, makalah, ataupun buku).
g. Dalam peristiwa apa (ceramah, upacara, pernyataan perasaan, laporan, bercakap-cakap, lamaran pekerjaan, ataupun pernyataan kecewa).
Ukuran kesalahan kedua berkaitan dengan penggunaan kaidah kebahasaan (tata bahasa) yang ada dalam bahasa Indonesia. Ukuran tersebut dapat juga dijadikan sumber analisis kontrastif. Adapun bidang analisis kontrastif adalah sebagai berikut:
a.    Analisis bidang fonologi
Analisis bidang fonologi dapat dilakukan pada tataran: fonem, diftong, kluster dan pemenggalan kata. Hasil temuan analisis bidang fonologi, antara lain:
Fonem /a/ diucapkan menjadi /e/.
Fonem /i/ diucapkan menjadi /e/.
Fonem /e/ diucapkan menjadi /é/.
Fonem /é/ diucapkan menjadi /e/.
Fonem /u/ diucapkan menjadi /o/.
Fonem /o/ diucapkan menjadi /u/.
Fonem /c/ diucapkan menjadi /se/.
Fonem /f/ diucapkan menjadi /p/.
Fonem /k/ diucapkan menjadi /?/ bunyi hambat glotal.
Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/.
Fonem /z/ diucapkan menjadi /j/.
Fonem /z/ diucapkan menjadi /s/.
Fonem /kh/ diucapkan menjadi /k/.
Fonem /u/ diucapkan/dituliskan menjadi /w/.
Fonem /e/ diucapkan menjadi /i/.
Fonem /ai/ diucapkan menjadi /e/.
Fonem /sy/ diucapkan menjadi /s/.
Kluster /sy/ diucapkan menjadi /s/.
Penghilangan fonem /k/.
Penyimpangan pemenggalan kata.
b.     Analisis bidang morfologi
Analisis bidang morfologi meliputi tataran: (1) morfologi kata, (2) morfologi frase, (3) morfologi klausa, (4) sintaksis, (5) semantik, dan (6) wacana. Adapun hasil dari analisis bidang morfologi, antara lain sebagai berikut:
1)    Morfologi Kata
Salah penentuan bentuk asal.
Fonem yang luluh tidak diluluhkan.
Fonem yang tidak luluh diluluhkan.
Penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge– menjadi n, ny, ng, dan nge-.
Perubahan morfem ber-, per-, dan ter– menjadi be-, pe-, dan te-.
Penulisan morfem yang salah.
Pengulangan yang salah.
Penulisan kata majemuk serangkai.
Pemajemukan berafiksasi.
Pemajemukan dengan afiks dan sufiks.
Perulangan kata majemuk.
2)    Morfologi Frase
Frase kata depan tidak tepat.
Salah penyusunan frase.
Penambahan kata yang dalam frase benda (nominal) (N + A).
Penambahan kata dari atau tentang dalam frase nominal (N + N).
Penambahan kata kepunyaan dalam frase nominal.
Penambahan kata dari atau pada dalam frase verbal (V + Pr).
Penambahan kata untuk atau yang dalam frase nominal (N + V).
Penambahan kata untuk dalam frase nominal (V + yang + A).
Penambahan kata yang dalam frase nominal (N + yang + V pasif).
Penghilangan preposisi dalam frase verbal (V intransitif + preposisi + N).
Penghilangan kata oleh dalam frase verbal pasif (V pasif + oleh + A).
Penghilangan kata yang dalam frase adjektif (lebih + A + daripada + N/Dem).
3)   Morfologi Klausa
Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objek dalam klausa aktif.
Penambahan kata kerja bantu adalah dalam klausa pasif.
Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa pasif.
Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif.
Penghilangan proposisi dari kata kerja berpreposisi dalam klausa pernyataan.
Penghilangan kata yang dalam klausa nominal.
Penghilangan kata kerja dalam klausa intransitif.
Penghilangan kata untuk dalam klausa pasif.
Penggantian kata daripada dengan kata dari dalam klausa bebas.
Pemisahan kata kerja dalam klausa medial.
Penggunaan klausa rancu.
4)   Morfologi Sintaksis
a.  Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada, kepada, dan untuk.
b. Pembentukan kalimat tidak baku, antara lain: kalimat tidak efektif, kalimat tidak normatif, kalimat tidak logis, kalimat rancu, kalimat ambigu, dan kalimat pengaruh struktur bahasa asing.
5)  Morfologi Semantik
Akibat gejala hiperkorek.
Akibat gejala pleonasme.
Akibat bentukan ambiguitas.
Akibat diksi (pemilihan kata).
6)   Morfologi Wacana
Akibat syarat-syarat paragraf tidak dipenuhi.
Akibat struktur sebuah paragraf.
Akibat penggabungan paragraf.
Akibat penggunaan bahasa dalam paragraf.
Akibat pengorganisasian isi (topik-topik) dalam paragraf.
Akibat pemilihan topik (isi) paragraf yang tidak tepat.
Akibat ketidakcermatan dalam perujukan.
Akibat penggunaan kalimat dalam paragraf yang tidak selesai.
5.    Langkah-langkah Analisis Kontratif
Analisis kontrastif adalah suatu prosedur kerja yang mempunyai empat langkah, yakni memperbandingkan B1 dan B2 memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa, menyusun bahan, dan memilih cara penyajian. Dengan menerapkan langkah-langkah kerja analisis kontrastif tersebut diharapkan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing itu akan menjadi lebih efisien dan efektif. Tarigan (1997) menjelaskan langkah-langkah analisis kontrastif itu sebagai berikut.
Langkah Pertama, guru memperbandingkan struktur bahasa pertama dan kedua yang akan dipelajari oleh siswa. Butir-butir yang diperbandingkan adalah setiap tataran linguistik, misalnya fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik kedua bahasa. Melalui perbandingan itu dapat diidentifikasikan perbedaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Aliran linguistik yang sering digunakan dalam memperbandingkan bahasa pertama dan kedua tersebut adalah linguistik struktural. Kadang-kadang digunakan juga linguistik generatif yang terkenal dengan kesemestaan linguistiknya.
Langkah Kedua, adalah memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa. Perkiraan ini didasarkan kepada perbedaan antara lain bahasa pertama dan bahasa kedua yang diperoleh dari hasil perbandingan struktur kedua bahasa itu. Berdasarkan perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa itu, guru dapat memperkirakan kesulitan belajar yang akan dialami siswa dalam mempelajari bahasa kedua. Perbedaan struktur bahasa pertama dan kedua beserta kesulitan belajar yang ditimbulkannya diyakini sebagai sumber dan penyebab kesalahan berbahasa yang sering dibuat oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua.
Langkah Ketiga, berkaitan dengan pemilihan penyusunan, pengurutan, dan penekanan bahan pengajaran. Perbandingan struktur bahasa pertama dengan bahasa kedua menghasilkan deskripsi perbedaan antara bahasa pertama dan kedua. Perbedaan bahasa pertama dan kedua dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan kesulitan belajar yang bakal dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua . perbedaan struktur beserta kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan pemilihan, pengurutan, dan penekanan bahan pengajaran bahasa kedua.
Langkah Keempat, berkaitan dengan pemilihan cara-cara penyajian bahan pengajaran. Siswa yang mempelajari bahasa kedua sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam menggunakan bahasa ibunya. Kebiasaan tersebut harus diatasi agar tidak mengintervensi dalam penggunaan bahasa kedua. Pembentukan kebiasaan yang sesuai dengan penggunaan bahasa kedua dilakukan dengan penyajian bahan pengajaran bahasa kedua dengan cara-cara tertentu pula.
Ada empat cara yang dianggap sesuai untuk menumbuhkan kebiasaan dalam menggunakan bahasa kedua itu, yakni (a) peniruan, (b) pengulangan, (c) latihan runtun, dan (d) penguatan (hadiah dan hukuman). Dengan cara-cara tersebut di atas dapat diharapkan siswa memiliki kebiasaan berbahasa kedua yang kuat sehingga dapat mengatasi kebiasaan dalam bahasa ibunya.
 6.    Kegunaan Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif tidak mungkin terpisah dari analisis kesalahan berbahasa. Meskipun terdapat perbedaan namun keduanya memiliki kesamaan yakni : membahas perihal pemerolehan dan pengajaran bahasa dan interferensi B1 pada B2 anak. Menurut Tarigan (1997) dalam buku Analisis Kesalahan Berbahasa, transfer negatif menyebabkan timbulnya kesalahan dan kesulitan bagi siswa dalam pemerolehan dan pengajaran bahasa kedua. Data kesalahan dan kesulitan siswa itu perlu dianalisis oleh guru, diklasifikasikan, dicarikan penyebabnya dan melalui analisis kontrastif ditemukan solusinya. Hasilnya digunakan sebagai masukan (umpan balik/ feedback) dalam penyempurnaan pengajaran bahasa. Kegunaan dari analisis kontrastif tersebut dapat anda pelajari dalam sajian berikut.
Analisis kontrastif sebagai jawaban atas pertanyaan Bagaimana mengajarkan bahasa kedua atau bahasa asing efisien dan efektif? Sebagai prosedur kerja, analisis kontrastif mempunyai empat langkah. Langkah pertama membandingkan struktur bahasa pertama dan struktur bahasa kedua yang akan dipelajari oleh siswa sehingga tergambar itu diprediksi di antara kedua bahasa yang bersangkutan. Langkah kedua, berdasarkan perbedaan itu diprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang akan dialami oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua. Langkah ketiga berdasarkan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa tersebut disusunlah bahan pengajaran yang lebih tepat. Langkah keempat, bahan pengajaran disajikan dengan cara-cara tertentu seperti peniruan, pengulangan, latihan runtun, dan penguatan.
Langkah pertama berkaitan dengan linguistik. Langkah kedua, dan keempat berkaitan dengan psikologi khususnya teori belajar. Karena itu para pakar pengajaran bahasa menyatakan bahwa analisis kontrastif mempunyai dua aspek, yakni, aspek linguistik dan aspek psikologis.
Aspek linguistik analisis kontrastif berkaitan dengan perbandingan struktur dua bahasa untuk menemukan perbedaan-perbedaannya. Model tata bahasa yang biasa digunakan adalah model tata bahasa struktural. Linguistik menekankan pendeskripsian bahasa secara renik, kategori deskripsi yang berbeda, istilahnya formal, dan disusun secara induktif.
Membandingkan dua bahasa yang serumpun atau pendekatan memang terasa mudah. Misalnya membandingkan bahasa Belanda dengan bahasa Jerman, bahasa Portugis dengan bahasa Spanyol, atau bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia belum terasa ada masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya kategori yang bersifat umum dalam dua bahasa yang bersangkutan. Tetapi bila kita membandingkan dua bahasa yang tidak serumpun misalnya, antara bahasa Sunda dengan bahasa Rusia, maka mulai terasa ada masalah. Sebab di antara kedua bahasa, yakni bahasa Sunda dan bahasa Rusia, tidak terdapat kategori yang bersifat umum (Tarigan, 1997).
Penggunaan linguistik struktural dalam mengidentifikasi perbedaan antara dua bahasa lebih-lebih antara dua bahasa yang tidak serumpun, sering mengundang kesangsian. Bagaimana mungkin melaksanakan perbandingan yang efektif kalau dalam setiap bahasa tidak terdapat kategori yang bersifat umum. Untuk mengatasi hal itu Chomsky mengusulkan penggunaan tata bahasa generatif sebagai landasan bagi pelaksanaan perbedaan dua bahasa. Teori kesemestaan bahasa yang dianut oleh linguistik generatif menyatakan bahwa semua bahasa mempunyai kesamaan paling sedikit kesamaan dalam bidang teori. Kesamaan dalam bidang teori dapat digunakan sebagai dasar perbandingan antara dua bahasa.
Hal-hal apa saja yang mungkin diungkap melalui kegiatan analisis kontrastif atau perbandingan struktur dan bahasa? Melalui perbandingan struktur dua bahasa banyak yang sama mungkin diungkapkan seperti hal-hal berikut ini:
a.    Tiada perbedaan
Sistem atau aspek tertentu dalam dua bahasa tidak ada perbedaan sama sekali. Misalnya konsonan /l, m, n/ diucapkan sama baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris.
b.    Fenomena konvergen
Dua butir atau lebih dalam bahasa pertama menjadi satu butir dalam bahasa kedua. Misalnya, kata-kata padi, beras, dan nasi dalam bahasa Indonesia menjadi satu kata dalam bahasa Inggris yakni rice.
c.    Ketidakadaan
Butir atau sistem tertentu dalam bahasa pertama tidak terdapat atau tidak ada dalam bahasa kedua atau sebaliknya. Misalnya, sistem penjamakan dengan penanda –s atau –es dalam bahasa Inggris tidak ada dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, sistem penjamakan dengan pengulangan kata dalam bahasa Indonesia seperti meja-meja, kuda-kuda, ikan-ikan tidak ada dalam bahasa Inggris.
d.    Beda distribusi
Butir tertentu dalam bahasa pertama berbeda distribusi dengan butir yang sama dalam bahasa kedua. Misalnya fonem /ng/ dalam bahasa Indonesia dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata :
ngeri, nganga, ngarai
bangsa, bangku, tangkai
terbang, sayang, magang
Dalam bahasa Inggris fonem /ng/ hanya terdapat pada tengah dan akhir kata
lingo, language, linguistic
sing, slang, along
e.    Tidak persamaan
Butir tertentu dalam bahasa pertama tidak mempunyai persamaan dalam bahasa kedua. Misalnya, predikat kata sifat dan kata benda dalam bahasa Indonesia tidak terdapat dalam bahasa Inggris.
Bahasa Indonesia         Bahasa Inggris
Dia kaya                        He is rich
Dia guru                        he is a teacher
f.    Fenomena divergers
Satu butir tertentu dalam bahasa pertama menjadi dua butir dalam bahasa kedua. Kata we dalam bahasa Inggris menjadi kita atau kami dalam bahasa Indonesia. Aspek psikologi analisis kontrastif berkaitan dengan langkah kedua, ketiga, dan keempat prosedur kerja analisis kontrastif. Langkah kedua, berdasarkan perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua yang akan dipelajari siswa diprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang mungkin dihadapi atau dialami oleh siswa dalam belajar bahasa kedua. Langkah ketiga berdasarkan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa itu disusun bahan pengajaran bahasa kedua yang lebih tepat susunannya, urutannya, dan penekanannya. Langkah keempat, bahan pengajaran itu disajikan dengan cara-cara tertentu, misalnya melalui cara peniruan, pengulangan, latihan runtun, dan penguatan.
7.    Dasar Psikologi Analisis Kontrastif
Dasar psikologi analisis kontrastif ada dua, yakni asosiasionisme dan teori stimulus-respons. Istilah associative learning atau belajar secara asosiatif berarti belajar apabila terjadi hubungan kontak, koneksi, atau asosiasi antara dua hal atau benda. Sedangkan contoh mari kita lihat asosiasi seperti berikut.
a.    Asosiasi kontak atau hubungan (association by contiguity)
Apabila seseorang mendengar kata meja maka yang bersangkutan teringat atau berpikir kepada kata kursi, karena kedua kata itu sering digunakan bersama-sama atau berpasangan.
Contoh lain :
sendok – garpu
kopi – susu
kerja – lembur
Peristiwa belajar seperti contoh di atas dikenal dengan istilah association by contiguity atau asosiasi kontak atau asosiasi hubungan.
b.    Asosiasi kesamaan (association by similarity)
Apabila seseorang mendengar kata sulit maka yang bersangkutan segera atau berpikir kata sukar karena kedua kata itu bersinonim.
kitab – buku
pandai – pintar
mati – meninggal
Peristiwa belajar seperti contoh di atas dikenal dengan istilah association by similarity atau asosiasi kesamaan.
c.   Asosiasi kontras (association by contrast)
Apabila seseorang mendengar kata atas maka yang bersangkutan teringat atau terpikir kata bawah karena kedua kata itu mempunyai makna yang berlawanan.
susah – senang
malas – rajin
muda – tua
Peristiwa belajar seperti contoh di atas dikenal dengan istilah association by contrast atau asosiasi kontras atau asosiasi berlawanan.
Ada dua hal yang menjadi inti teori stimulus–respons (S-R) berdasarkan psikologi behaviorisme (tingkah laku), yakni kebiasaan (habit) dan kesalahan (error). Bila kedua istilah tersebut dihubungkan dengan pemerolehan bahasa, maka diperoleh istilah kebiasaan berbahasa (language habit) dan kesalahan berbahasa (language error). Pengertian tingkah laku dapat dijelaskan melalui aksi dan reaksi atau stimulus dan responsi. Stimulus tertentu menghasilkan respons tertentu pun. Apabila stimulus dan responsi itu dapat bersifat mapan atau tetap maka hubungan antara stimulus dan responsi itu disebut kebiasaan atau habit.
Cara terjadinya hubungan antara stimulus dan responsi atau kebiasaan, menurut Watson, salah seorang penganut aliran psikologi klasik, adalah setiap stimulus mendatangkan responsi. Apabila stimulus berlangsung secara tetap maka, responsi pun terlatih dan diarahkan menjadi tetap sehingga bersifat otomatis. Menurut Skinner, salah seorang pengikut psikologi behaviorisme, kebiasaan dapat terjadi melalui peniruan dan penguatan. Peniruan yang tepat dikuatkan sedang peniruan yang belum tepat disempurnakan.
Hubungan antara stimulus, responsi, dan penguatan dapat digambarkan sebagai berikut: Stimulus adalah suatu rangsangan atau aksi yang menuntut suatu tindakan atau reaksi pada seseorang atau organisme. Responsi adalah perilaku yang timbul sebagai reaksi seseorang terhadap suatu aksi atau stimulus.
Penguatan atau reinforcement adalah suatu stimulus baru yang mengikuti terjadinya suatu responsi. Stimulus baru itu dapat membuat responsi yang telah terjadi berulang terjadi lagi atau tidak terjadi lagi. Penguatan yang menunjang suatu responsi berulang kembali disebut sebagai penguatan positif atau positive reinforcement, misalnya dalam bentuk hadiah atau pujian. Penguatan yang menghalangi terjadi kembali responsi yang tidak diingini disebut penguatan negatif atau negative reinforcement, misalnya hukuman.
Teori pembentukan kebiasaan itu memang bersifat umum, namun aplikasinya dapat digunakan dalam pengajaran bahasa pertama maupun pengajaran bahasa kedua. Dalam pengajaran bahasa pertama anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan. Peniruan yang sudah sempurna biasanya diikuti oleh pujian atau hadiah yang disebut penguatan positif. Melalui kegiatan itulah anak-anak menguasai struktur dan kebiasaan yang berlaku dalam bahasa ibunya. Hal yang sama juga terjadi dalam pengajaran bahasa kedua.
Melalui kegiatan peniruan, pengulangan, latihan runtun, dan penguatan siswa diarahkan untuk menguasai struktur dan kebiasaan yang berlaku dalam bahasa kedua dan menghilangkan tekanan bahasa ibu terhadap bahasa kedua. Tekanan bahasa ibu terhadap bahasa kedua berkaitan dengan teori belajar terutama teori transfer.
Transfer adalah suatu proses yang menggambarkan penggunaan tingkah laku yang telah dipelajari secara spontan dan otomatis dalam memberikan responsi baru. Transfer ini dapat bersifat negatif dan positif. Transfer negatif terjadi apabila tingkah laku yang telah dipelajari bertentangan dengan tingkah laku yang sedang dipelajari. Sebaliknya, transfer positif terjadi apabila tingkah laku yang telah dipelajari sesuai dengan tingkah laku yang sedang dipelajari.
Bila pengertian kedua transfer ini diaplikasikan ke dalam pengajaran bahasa, maka transfer negatif terjadi kalau sistem bahasa ibu yang telah dikuasai digunakan dalam bahasa kedua, sedangkan sistem bahasa ibu berbeda dengan sistem bahasa kedua. Sebaliknya, apabila sistem bahasa ibu dan bahasa kedua sama maka terjadilah transfer positif. Transfer negatif dalam pengajaran bahasa kedua disebut interferensi, yang menimbulkan penyimpangan atau kesalahan berbahasa pada siswa pembelajar bahasa kedua.
Landasan kerja analisis kontrastif ada dua yakni teori linguistik dan teori psikologi. Langkah-langkah kerja analisis kontrastif yang dijabarkan dari kedua landasan itu menggambarkan dengan jelas daerah cakupan analisis kontrastif. Cakupan pertama berkaitan dengan perbandingan dua bahasa, yakni bahasa ibu siswa dengan bahasa kedua yang akan dipelajari oleh siswa. Perbandingan ini dapat dilakukan pada setiap sistem bahasa seperti sistem fonologi, sistem morfologi, sistem sintaksis, sistem semantik, atau sistem pemakaian bahasa. Cakupan kedua berkaitan dengan memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang mungkin dihadapi oleh siswa dalam belajar bahasa kedua. Hal ini didasarkan pada didasarkan kepada perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa kedua. Cakupan ketiga berkaitan dengan bahan pengajaran, pemilihannya, penyusunannya, dan penekanannya. Dasar penyusunan bahan ini adalah kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang dialami oleh siswa. Cakupan keempat berkaitan dengan cara penyajian bahan pengajaran bahasa. Ada empat cara penyajian bahan pengajaran bahasa yang dianut oleh analisis kontrastif, yakni (a) peniruan, (b) pengulangan, (c) latihan runtun, dan (d) penguatan.
8.    Hipotesis Analisis Kontrastif
Langkah pertama dalam metodologi analisis kontrastif adalah memperbandingkan struktur dua bahasa yakni, bahasa ibu siswa dan bahasa kedua yang akan dipelajari oleh siswa. Melalui perbandingan dua bahasa itu dapat diidentifikasi perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua. Perbedaan struktur di antara kedua bahasa ini dijadikan sebagai landasan dalam memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang akan dialami oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua.
Kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbahasa yang dialami oleh siswa dalam belajar bahasa kedua tersebut di atas digunakan sebagai landasan dalam menyusun hipotesis analisis kontrastif. Ada dua hipotesis analisis kontrastif, yaitu (1) Hipotesis pertama adalah Strong Form Hypothesis atau Hipotesis Bentuk Kuat. Hipotesis kedua bernama Weak Form Hypothesis atau Hipotesis Bentuk Lemah, dan (2) Hipotesis Bentuk Kuat menyatakan bahwa semua kesalahan berbahasa dalam bahasa kedua dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua yang dipelajari oleh siswa. Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada lima asumsi berikut.
a. Penyebab utama kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa dalam mempelajari bahasa kedua adalah interferensi bahasa ibu.
b. Kesulitan belajar itu disebabkan oleh perbedaan struktur bahasa ibu dan bahasa kedua yang dipelajari oleh siswa.
c. Semakin besar perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa kedua semakin besar pula kesulitan belajar.
d. Perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua diperlukan untuk memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang akan terjadi dalam belajar bahasa kedua.
e. Bahan pengajaran bahasa kedua ditekankan pada perbedaan bahasa pertama dan kedua yang disusun berdasarkan analisis kontrastif.
Hipotesis Bentuk Lemah menyatakan bahwa tidak semua kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi. Dalam Hipotesis Bentuk Lemah tersirat asumsi hal-hal berikut. Kesalahan berbahasa disebabkan oleh berbagai faktor. Peranan bahasa pertama tidak besar dalam mempelajari bahasa kedua. Analisis kontrastif dan analisis kesalahan berbahasa harus saling melengkapi. Analisis kesalahan berbahasa mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa. Kemudian analisis kontrastif menetapkan kesalahan mana yang termasuk ke dalam kategori yang disebabkan oleh perbedaan bahasa pertama dan bahasa kedua.
9.    Rasional Hipotesis Analisis Kontrastif
Penguat atau rasional hipotesis analisis kontrastif adalah hal-hal berikut:
a.    Pengalaman Guru
Setiap guru bahasa asing atau bahasa kedua yang sudah berpengalaman pasti mengetahui kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua. Kesalahan itu selalu berulang atau biasa diperbuat oleh siswa. Mereka juga dapat mengaitkan kesalahan berbahasa tersebut dengan tekanan bahasa ibu siswa. Tekanan bahasa ibu dapat terjadi pada pelafalan, susunan kata, pembentukan kata, susunan kalimat. Misalnya siswa berbahasa ibu bahasa Sunda berbahasa Indonesia dengan aksen Sunda atau siswa berbahasa ibu bahasa Jawa menggunakan struktur kalimat bahasa Jawa dalam kalimat
Rumahnya Pak Ahmad besar sendiri.
Umae Pak Akmad gede dewek.
b.    Kontak Bahasa
Kontak bahasa terjadi di dalam situasi kedwibahasaan. Orang yang mengenal atau mengetahui dua bahasa disebut dwibahasawan. Dwibahasawan merupakan wadah tempat terjadinya kontak bahasa. Semakin besar jumlah dwibahasawan itu semakin intensif pula kontak antara kedua bahasa. Kontak bahasa menimbulkan saling mempengaruhi antara kedua bahasa. Bahasa yang paling dikuasai oleh dwibahasawan mempengaruhi bahasa yang kurang dikuasai. Dalam pengajaran bahasa kedua sudah dapat dipastikan bahwa bahasa ibu lebih dikuasai ketimbang bahasa kedua. Akibatnya, pengaruh bahasa ibu mendominasi penggunaan bahasa kedua. Bila pengaruh itu tidak sejalan dengan sistem bahasa kedua maka terjadilah interferensi. Interferensi merupakan sumber kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbahasa.
c.    Teori Belajar
Sumber ketiga sebagai pendukung hipotesis analisis kontrastif adalah teori belajar terutama teori transfer. Transfer diartikan sebagai suatu proses yang melukiskan penggunaan tingkah laku yang telah dipelajari digunakan secara spontan dalam memberikan responsi baru. Transfer dapat bersifat negatif dapat pula bersifat positif. Transfer negatif terjadi apabila tingkah laku yang dipelajari berbeda dengan tuntutan tugas baru. Sebaliknya, transfer positif terjadi apabila tingkah laku yang telah dipelajari sesuai dengan tuntutan tugas baru. Jika kedua pengertian transfer itu dikaitkan dengan pengajaran bahasa kedua maka aplikasinya seperti berikut. Transfer negatif terjadi apabila sistem bahasa ibu yang telah dikuasai oleh siswa digunakan dalam bahasa kedua sedang sistem itu berbeda dalam kedua bahasa. Sebaliknya apabila sistem itu sesuai dengan sistem bahasa kedua maka terjadi transfer positif. Transfer negatif dalam pengajaran bahasa kedua disebut interferensi. Interferensi adalah kesulitan belajar maupun kesalahan berbahasa.
10.  Kedudukan Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan pengajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA). Menurut Tarigan (1985), pandangan (pendekatan) kaum behavioris sejak tahun 1930-an sudah digunakan dalam kajian kebahasaan, seperti yang dikerjakan oleh Bloomfield. Salah satu temuannya yang didasarkan pada psikologi behavioris adalah bahasa memungkinkan seseorang membuat jawaban (R = respons) apabila orang lain memberikan atau memiliki rangsangan (S = stimulus). Skinner pada tahun 1957 mengembangkan pandangan psikologi behavioris itu pada kajian tentang model behavioristik tingkah laku kebahasaan.
Teori kebahasaan yang dikemukakan oleh Skinner didasari oleh hasil percobaan terhadap perilaku tikus. Teori itu dikenal dengan istilah Skinner’s Boxes (Brown, 1980). Skinner juga mengembangkan tentang pemerolehan bahasa atau pembelajaran bahasa yang didasari oleh Operant Conditioning. Bagi Skinner pembelajaran dari suatu kebiasaan dapat dilakukan melalui proses peniruan atau melalui penguatan. Oleh karena itu, analisis kontrastif dapat digunakan untuk memperhitungkan atau memprediksi perilaku pembelajar bahasa dan bahasa sasaran (bahasa yang dipelajari) yang harus dikuasai atau dilatihkan dalam pembelajar bahasa. Jadi, analisis kontrastif dapat didudukkan sebagai analisis atau kajian perilaku bahasa dan unsur-unsur bahasa untuk dijadikan area isi dalam pembelajaran bahasa kedua. Dengan demikian analisis kontrastif dapat mendukung pembelajaran bahasa yang berlandastumpukan pada teori belajar aliran psikologi behavioris.


DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1997. Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa.
Https://www.google.co.id/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/08/14/analisis-kontrastif/amp/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa

Pendekatan, Metode, Teknik, dan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia