Analisis Wacana dalam Pembelajaran Bahasa


ANALISIS WACANA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

Disusun Oleh:
Nama: Aprilia Wulandari
Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2016 A
NIM: 16188201021



STKIP PGRI PASURUAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2016 A
NOVEMBER 2017


KATA PENGANTAR

     Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
     Penulis menyusun makalah yang berjudul “ Analisis Wacana dalam Pembelajaran Bahasa ” ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Pembelajaran. Saya berterima kasih kepada Bapak Bayu Firmansyah selaku dosen Mata Kuliah Metode Pembelajaran STKIP PGRI Pasuruan yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Tak ada gading yang tak retak
Tak ada karya manusia yang sempurna
     Dari peribahasa di atas, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya, dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun, demi perbaikan isi dari makalah yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembaca.




Pasuruan, 18 November 2017


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf). Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna).
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian wacana?
2. Apa saja karakteristik wacana?
3. Apa saja jenis-jenis wacana?
4. Bagaimana pendekatan dalam analisis wacana?
5. Bagaimana kedudukan analisis wacana sebagai suatu disiplin ilmu?
6. Bagaimana perkembangan analisis wacana?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian wacana.
2. Menjelaskan karakteristik wacana.
3. Menjelaskan jenis-jenis wacana.
4. Menjelaskan pendekatan dalam analisis wacana.
5. Memahami kedudukan analisis wacana sebagai suatu disiplin ilmu.
6. Memahami perkembangan analisis wacana.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis.
Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Menurut Douglas (1976:266), istilah wacana secara etimologi, “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’. Bila dilihat dari jenisnya, maka kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujaran’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul dibelakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna ‘membedakan’ (nominalisasi). Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’.
Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat  atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.
Menurut Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Menurut Poerwadarminta (1976:1144), Wacana berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu vacana, yang berarti bacaan. Selanjutnya, kata wacana itu (vacana) masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, yang berarti bicara, kata, dan ucapan‘. Kemudian, kata wacana dalam bahasa Jawa Baru itu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana, yang berarti ucapan, percakapan, kuliah‘.
Menurut Kridalaksana (1978:23), bahwa dalam konteks tata bahasa, wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Artinya, wacana itu mencakup kalimat, alinea atau paragraf, penggalan wacana, dan wacana utuh. Hal ini juga dipertegas oleh Djajasudarma (1994:3), bahwa wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frasa, bahkan kata yang membawa amanat yang lengkap. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebuah wacana dalam realisasinya selalu berupa sekumpulan kalimat. Kalimat dapat dibentuk dari sekumpulan klausa, frasa, kata, morfem, fonem, dan fona. Berkaitan dengan hal itu, bahasa yang digunakan untuk membentuk suatu wacana harus bersifat kohesif dan koheren, atau terjalin erat antara satu dan yang lain, disusun secara teratur dan sistematis di dalam rangkaian kalimat, baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
2.2 Karekteristik Wacana
Wacana merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa (pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1. Ciri-ciri Wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut:
• Satuan gramatikal
• Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
• Untaian kalimat-kalimat
• Memiliki hubungan proposisi
• Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
• Memiliki hubungan koherensi
• Memiliki hubungan kohesi
• Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
• Bisa transaksional juga interaksional
• Medium bisa lisan maupun tulis
• Sesuai dengan konteks

Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut:
• Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
• Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
• Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
• Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
• Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental

2. Unsur Pembentuk Wacana
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).

3. Konteks dan Ko-teks
Wacana merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks situasi penuturnya. Konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.

4. Teks
Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289) melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan dianalisis dari ketiga unsur tersebut.

5. Representasi
Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks

6. Relasi
Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.

7. Identitas
Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.

2.3 Jenis-Jenis Wacana
1. Jenis wacana berdasarkan jumlah peserta

Dalam wacana ini yang terlibat pembicaraan dalam berkomunikasi. Ada tiga jenis wacana berdasarkan wacana jumlah peserta yang ikut ambil bagian sebagai pembicaraan, yaitu monolog, dialog, dan polilog.

a. Wacana Monolog
Pada wacana monolog, pendengar tidak memberikan tanggapan secara langsung atas ucapan pembicara. Pembicara mempunyai kebebasan untuk menggunakan waktunya, tanpa diselingi oleh mitra tuturnya. Contoh dari wacana monolog adalah ceramah, pidato.

b. Wacana Dialog
Kemudian, apabila peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicaraan menjadi pendengar atau sebaliknya), wacana yang dibentuknya disebut dialog. Contoh dari wacana dialog, adalah antara dua orang yang sedang mengadakan perbincangan di sekolah. Situasinya bisa resmi dan tidak resmi.

c. Wacana Polilog
Adapun apabila peserta dalam komunikasi itu lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, wacana yang dihasilkan disebut polilog. Contohnya adalah perbincangan antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicaraan dan pendengar. Situasinya pun bisa resmi dan tidak resmi.

2. Jenis wacana berdasarkan tujuan berkomunikasi

Wacana berdasarkan tujuan berkomunikasi, diantaranya wacana argumentasi, persuasi, eksposisi, deskripsi, dan narasi. Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan kelima wacana tersebut.

a. Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logis dan emosional (Rottenberg, 1988:9). Argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu. (Gorys Keraf, 1995:10) dilihat dari sudut proses berfikir adalah suatu tindakan untuk membentuk penalaran dan menurunkan kesimpulan.
Contoh wacana argumentasi adalah: Namun, yang menjadi kekawatiran adalah adanya efek negatif akibat dosis vitamin dan mineral yang dikonsumsi secara berlebihan, terutama oleh mereka yang memiliki kondisi tubuh yang sehat. Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa multivitamin tidak terbukti dapat mencegah timbulnya suatu penyakit dan suplemen vitamin juga tiadak bisa memperbaiki gizi yang buruk akibat pola makan yang sembarangan. Bahkan meminum jenis vitamin dan mineral dalam dosis tinggi dalam jangka waktu panjang bisa memicu resiko timbulnya penyakit tertentu. (Reader’s Digest Indonesia, Oktober 2004).

b. Wacana Eksposisi
Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca) agar bersangkutan memahaminya. Eksposisi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakikat suatu objek, misalnya menjelaskan pengertian kebudayaan, komunikasi, perkebangan teknologi, pertumbuhan ekonomi kepada pembaca.
Wacana ini juga menyajikan penjelasan yang akurat dan padu mengenai topik-topik yang rumit, seperti struktur negara atau pemerintahan, teori tentang timbulnya suatu penyakit. Ia juga digunakan untuk menjelaskan terjadinya sesuatu, beroprasinya sebuah alat dan sebagainya.
Contoh wacana eksposisi: Agar diperoleh hasil maksimal, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Sebelum melakukan pemutihan gigi, pasien perlu terlebih dahulu didiagnosis kondisi giginya, seperti enamel gigi harus bagus karena proses pemutihan berlangsung pada enamel gigi. Selain itu juga diperhatikan apakah gigi tersebut masih aktif atau tidak. Setelah melakukan pembersihan gigi, baru dokter akan mengarahkan untuk memilih produk yang sesuai untuk dipakai (“Tampilkan Gigi Putih Berseri”, Majalah Dewi No.5/XIII).

c. Wacana Persuasi
Wacana persuasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan perbuatan sesuai yang diharapkan penuturnya. Untuk mempengaruhi pembacanya, biasanya digunakan segala daya upaya yang membuat mitra tutur terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Persuasi sesungguhnya merupakan penyimpangan dari argumentasi, dan khusus berusaha mempengaruhi orang lain atau para pembaca. Agar pendengar atau pembaca melakukan sesuatu bagi orang yang mengadakan persuasi, walaupun yang dipersuasi sebenarnya tidak terlalu percaya akan apa yang dikatakannya itu. Persuasi lebih mengutamakan untuk menggunakan atau memanfaatkan aspek-aspek pesikologis untuk mempengaruhi orang lain. Jenis wacana persuasi yang paling sering kita temui adalah kampanye dan iklan.
Contoh wacana iklan sebagai berikut: “Pakai Daia, lupakan yang lain. Dengan harga yang semurah ini, membersihkan tumpukan pakaian kotor Anda, menjadi lebih bersih cemerlang”.

d. Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa sehingga objek itu, sepertinya dapat dilihat, dibayangkan oleh pembaca, seakan-akan pembaca dapar melihat sendiri. Deskripsi memiliki fungsi membuat para pembacanya seolah melihat barang-barang atau objeknya. Sebuah diskripsi mengenai rumah diharapkan menyajikan banyak penampilan individu dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang dapat dianalisis, seperti besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya.
Secara singkat deskripsi bertujuan membuat para pembaca menyadari apa yang diserap penulis melalui panca indranya, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkan, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan panca indra kita, sebuah hamparan sawah yang hijau dan pemandangan yang indah, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan, wajah seorang yang cantik molek atau seseorang yang bersedih hati, alunan musik atau gelegar guntur dan sebagainya.
Contoh: Pada jeram pertama perahu besar berbalik arah, lalu memasuki jeram ketiga dengan bagian buritan terlebih dahulu, sampai akhirnya… brak! Perahu menghantam batu besar seukuran 4 x 3 meter, dan menempel pada batu dalam keadaan miring. (“Jeram Maut,” Reader’s Digest Indonesia¸Oktober 2004).

e. Wacana Narasi
Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Pada wacana narasi terdapat unsur-unsur cerita yang penting, seperti waktu, pelaku, peristiwa. Adanya aspek emosi yang dirasakan oleh pembaca atau penerima. Melalui narasi, pembaca atau penerima pesan dapat membentuk citra atau imajinasi.
Contoh wacana narasi: Sewaktu aku duduk di ruang pengadilan yang penuh sesak itu, menunggu perkaraku disidangkan, dalam hatiku bertanya-tanya berapa banyak orang-orang hari ini di sini yang merasa, seperti apa yang kurasakan bingung, patah hati, dan sangat kesepian. Aku merasa seolah-olah aku memikul beban berat seluruh dunia di pundaku.

3. Jenis wacana berdasarkan bentuk saluran yang digunakan
Saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, bisa dibedakan menjadi wacana lisan dan wacana tulisan.

a. Wacana tulisan adalah rangkaian kalimat yang ditranskripkan dari rekaman bahasa lisan. Contoh wacana lisan, misalnya percakapan, khotbah (spontan), dan siaran langsung di radio atau TV.

 b. Wacana tulis adalah teks yang berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam tulis. Wacana tulis dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita koran, artikel, makalah.

2.4 Pendekatan dalam Analisis Wacana

Analisis wacana merupakan istilah umum yang banyak dipakai dari berbagai disiplin ilmu dan dengan berbagai paradigma. Ada tiga paradigma tentang analisis wacana antara lain: paradigma/pandangan formal (menonjolkan struktur), paradigma fungsional (menonjolkan penggunaan dalam konteks) dan paradigma formal dan fungsional (dialektik).

1. Berdasarkan Pandangan Formal
Tarigan (1993:25) menyatakan wacana adalah satuan bahasa; terlengkap, terbesar, dan tertinggi; di atas kalimat/klausa; teratur; berkesinambuangan pada; lisan dan tulisan dan mempunyai awal dan akhir yang nyata. Dengan demikian pengertian wacana dalam konteks ini mengacu pada sebuah paragraf yang lengkap. Sebagai sebuah paragraf yang dianggap wacana tentu saja paragraf itu memiliki sebuah ide pokok (main ide) dan ide pendukung (supporting idea). Keduanya berkolaborasi merangkai pesan. Dengan cara demikian, pesan yang disampaikan dalam sebuah wacana terkemas dengan baik sehingga mudah dipahami dan pandangan ini dipahami sebagai lebih mengarah pada pandangan formal.

2. Berdasarkan Pandangan Fungsional
Pendekatan fungsional kurang baik dokumentasinya, bahkan usaha untuk memberi perangkat label yang umum pada fungsi-fungsi utama bahasa memudahkan analisis. Fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan social dan sikap pribadi yang berfungsi secara interaksional (Gillian Brown dan George Yule, 1996 : 1).
Wacana lisan sangat mudah dan banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Wacana lisan terbentuk melalui perpaduan antara unsur-unsur verbal dan nonverbal. Keduanya berpadu menjadi satu membangun sebuah wacana. Ketika seorang berbicara, bagian-bagian tubuh seperti tangan, kepala mata dan bahkan kaki akan bergerak mengikuti nada pembicaraan dan situasi psikologisnya dalam bertutur. Masing-masing merupakan bagian yang tidak dari bentuk komunikasi (Oktavianus, 2006: 45).

3. Berdasarkan Pandangan Formal dan Fungsional (Dialektika)
Edmonson (1981 : 4) mengemukakan bahwa wacana adalah satu peristiwa terstruktur yang diwujudkan melalui prilaku linguistik (bahasa). Kehidupan sehari-hari manusia senantiasa diwarnai oleh berbagai aktivitas dan peristiwa baik bersifat rutin maupun insidental. Ngaben (upacara pembakaran mayat di Bali), Tiwah (bagian dari upacara pembakaran mayat pada masyarakat Dayak nganju di Kalimantan. Batagak pangulu (Minangkabau), Mengket Rumah (upacara menaiki rumah adat di Batak karo,lihat bangun, 1966:117) adalah beberapa contoh peristiwa terstruktur dalam kehidupan manusia. Ini dalam bentuk wacana yang perwujudannya dapat diamati dalam bentuk teks (Oktavianus, 2006: 29).
Wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh mengenai peristiwa komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Wacana dapat dikatakan sebagai rentetan kalimat yang saling berkaitan (menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya) dan membentuk satu kesatuan makna. Purwo (1993: 4) mengartikan wacana sebagai peristiwa wicara, yaitu apa yang terjadi antara pembicara dengan penerima. Sedangkan Schiffrin (1994 : 18) mengartikan wacana sebagai bahasa yang memiliki sistem tertentu yang digunakan sesuai dengan konteks (Dalam Arifin).

2.5 Kedudukan Analisis Wacana sebagai Suatu Disiplin Ilmu
Analisis wacana menginterpretasikan makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi; konteks linguistic dan konteks entografi. Konteks linguistic berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikutinya, sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya,misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa. Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa, dan perilaku berbahasa.
Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Pengertian ini sesuai dengan pandangan fungsional yang memandang wacana sebagai bahasa dalam penggunaan. Analisis wacana (discourse analysis) dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu yang sudah lama maupun perkembangannya masih dianggap baru (Rosidi, 2009). Dalam kajian kesusastraan dan pidato-pidato, asal-usul analisis wacana dapat ditelusuri hingga 2000 tahun yang lalu. Hal ini bisa dilihat dalam retorika. Retorika klasik (classical rhetoric) merupakan salah satu disiplin ilmu yang menonjol pada saat itu. Retorika klasik adalah seni berbicara yang baik, termasuk merencanakan, menyusun, dan menyajikan pidato umum dalam bidang politik maupun hukum (Dikj, dalam Rosidi, 2009). Di Eropa penelitian wacana dikenal sebagai penelitian tekslinguistics atau tektgrammar.

2.6 Perkembangan Analisis Wacana
Asal-usul mengenai analisis wacana modern dapat ditelusuri pada dasawarsa 1960-an. Analisis struktur wacana, analisis cerita, analisis film sampai analisis foto-foto media cetak, pada waktu itu sudah mulai diterbitkan di Perancis. Bersama dengan itu, Dell Haymes, di Amerika Serikat juga menerbitkan sebuah karya yang sangat berpengaruh, yaitu Language in Culture and Society. Karya- karya awal analisis wacana dari dua belahan dunia itu didasarkan pada prinsip yang sama, yaitu mengawinkan antara linguistic dan strukturalis (structural linguistic) dan antropologi, yang menekankan pada analisis pemakaian bahasa, bentuk wacana, dan bentuk komunikasi. Pada dasawarsa 1960-an jug banyak terbit karya lain yang mengawali munculnya analisis wacana.
Ada beberapa kesimpulan yang dapat dipetik dalam pengamatan gejala perkembangan analisis wacana, antara lain:
1) Pada awalnya, analisis wacana merupakan kajian kebahasaan structural dan deskriptif dalam batas-batas linguistik dan antropologi;
2) Kajian tentang analisis wacana lebih mengarah ke analisis ragam wacana popular, seperti cerita rakyat, mitos, dongeng, dan bentuk-bentuk interaksi ritual;
3) Analisis struktur kalimat atau wacana secara fungsional itu dipisahkan dari paradigm gramatika tranformasi generatif yang juga berpengaruh sebagai metode analisis bahasa pada waktu itu (Dijk, dalam Rosidi, 2009).
Berbeda dengan dasawarsa 1960-an yang merupakan periode lahirnya berbagai kajian pada teks dan peristiwa komunikasi, dasawarsa 1970-an justru memantapkan perkembangan analisis wacana yang sistematis sebagai bidang kajian tersendiri denga dasar beberapa disiplin ilmu.
Perkembangan analisis wacana yang sistematis terjadi pada tiga tahap. Tiga tahap itu adalah:
1) perkembangan teoretis dan metodologis;
Dalam analisis wacana, teori dan metodologi juga dipengaruhi oleh perubahan paradigm dalam kajian bahasa, misalnya sosiolinguistik menjadi mantap pada akhir dasawarsa 1960-an dengan karya-karya Joshua Fisman. Selain itu, pada tahun 1972, Lavob menerbitkan hasil penelitiannya tentang pemakaian bahasa Inggris oleh orang-orang kulit hitam, yang menurut analisis bentuk percakapan antarremaja dan juga analisis pengalaman pribadi seseorang;
2) adanya penemuan lingusitik karya filsuf Austin, Grise, Searle mengenai tindak bahasa (speech acts) pada dasawarsa 1970-an. Pendekatan itu memandang ujaran verbal tidak saja sebagai kalimat, tetapi juga merupakan bentuk tindakan sosial tertentu. Apabila kalimat digunakan dalam konteks tertentu, juga dapat mengemban fungsi, yaitu fungsi ilokusi yang harus dijelaskan menurut maksud, kepercayaan, atau evaluasi penutur, atau menurut hubungan penutur dan pendengar. Dengan cara itu, yang dapat dianalisis bukan saja hakikat konteks, tetapi juga hubungan antara ujaran sebagai objek lingusitik abstrak dan ujaran yang dipandang sebagai bentuk interaksi sosial. Hal ini berbeda dengan sosiolinguistik yang menekankan peran variasi bahasa dan konteks sosial;
3) munculnya kajian tentang pronominal dan pemarkah kohesif lain, koherensi, preposisi, topik, dan komentar, serta sruktur secara umum, ciri-ciri teks yang dipahami sebagai rangkaian kalimat mulai dikaji dalam lingusitik dengan pandangan baru dan terpadu. Pendekatan itu mulai menunjukkan kinerjanya dengan mengkaji struktur pemakaian bahasa dengan munculnya kajian tentang teks dan wacana. dalam studi wacana, kita tidak hanya menelaah bagain-bagian bahasa sebagai unsur kalimat, tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis.
Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

DAFTAR PUSTAKA

Douglas, Mc. 1976. Sanskrit Dictionary. New York: Columbia University.
Kridalaksana, Harimurti. 1978. Keutuhan Wacana dalam Bahasa dan Sastra. Tahun IV No. 1 Jakarta: PPPB.
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Syamsuddin A.R. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP Bandung.
Tarigan, H. G. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Wojowasito. 1989. Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://wacanamanagement2013.blogspot.co.id/2013/07/tugas-bahasa-indonesia-wacana.html?m=1
https://www.google.co.id/amp/s/ira113blog.wordpress.com/2014/12/26/makalah-wacana-bahasa-indonesia/amp/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan, Metode, Teknik, dan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa