Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Disusun Oleh:
Nama: Aprilia Wulandari
Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2016 A
NIM: 16188201021
STKIP PGRI PASURUAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2016 A
DESEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Penulis menyusun makalah yang berjudul “Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia” ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Pembelajaran.
Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya, dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun, demi perbaikan isi dari makalah yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembaca.
Pasuruan, 9 Desember 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam kehidupan siswa. CTL lebih menekankan pada rencana kegiatan kelas yang dirancang guru. Rencana kegiatan tersebut berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi belajar bukan hasil belajar. Pembelajaran kontekstual mengharapkan siswa untuk memperoleh materi pelajaran meskipun sedikit tetapi mendalam bukan banyak tetapi dangkal.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Komponen dalam pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Apabila sebuah kelas menerapkan ketujuh komponen di atas dalam proses pembelajaran, maka kelas tersebut telah menggunakan model pembelajaran kontekstual.
Penggunaan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas dapat menarik perhatian siswa karena CTL memiliki berbagai komponen sehingga pembelajaran tidak membosankan. Menurut Suyanto (2003:1) CTL dapat membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang bermakna yang diharapkan dapat membantu mereka mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks situasi kehidupan nyata. Pembelajaran dengan peran serta lingkungan secara alami akan memantapkan pengetahuan yang dimiliki siswa. Belajar akan lebih bermanfaat dan bermakna jika seorang siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya sekedar mengetahui. Belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus dapat mengonstruksikan pengetahuan yang dimiliki dengan cara mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pada realita kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengembangan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra akan membuat pembelajaran lebih bervariasi.
Dalam proses belajar di kelas, siswa dibiasakan untuk saling membantu dan berbagi pengalaman dalam kelompok masyarakat belajar (learning community). Dalam proses belajar, guru perlu membiasakan anak untuk mengalami proses belajar dengan melakukan penemuan dengan melakukan pengamatan, bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data analisis data, dan menarik kesimpulan (inquiry). Seluruh proses dan hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan diamati dengan indikator yang jelas (outhentic assessment). Setiap selesai pembelajaran guru wajib melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran (refleksion).
Berdasarkan paparan di atas CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif diterapkan pada proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
kelas. Oleh karena itu, topik penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia perlu dipaparkan lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
(1) Apa pengertian pendekatan kontekstual (CTL)?
(2) Apa karakteristik Contextual Teaching and Learning?
(3) Apa saja komponen Contextual Teaching and Learning?
(4) Bagaimana penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
(1) Menjelaskan pengertian pendekatan kontekstual (CTL).
(2) Menjelaskan karakteristik Contextual Teaching and Learning.
(3) Menjelaskan komponen-komponen Contextual Teaching and Learning.
(4) Menjelaskan penerapan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas, dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, serta sebagai anggota masyarakat.
A. Pengertian Pendekatan Kontekstual (CTL)
CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dari konsorsium tersebut adalah melatih dan memberi kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di Indonesia untuk mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat (Priyatni, 2002:1).
Pendekatan kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran afektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Nurhadi, 2002:5).
Johnson (dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke semua komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya.
Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
B. Karakteristik Contextual Teaching and Learning
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) mengatur cara belajar sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian sebenarnya.
Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik antara lain yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa aktif, guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, serta (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut.
(1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam
konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
(2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
(3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).
(4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group).
(5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to knot each other deeply).
(6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to York together).
(7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
C. Komponen Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu sebagai berikut.
(1) Konstruktivisme (construktivism)
Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan CTL yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit dan tidak sekonyong-
konyong). Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Konsep konstruktivisme menuntut siswa untuk dapat membangun arti dari pengalaman baru pada pengetahuan tertentu.
Priyatni (2002:2) menyebutkan bahwa pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
(2) Inkuiri (inquiry)
Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materinya.
Inkuiri adalah siklus proses dalam membangun pengetahuan yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau fenomena dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan. Priyatni (2002:2) menjelaskan bahwa inkiri dimulai dari kegiatan mengamati, bertanya, mengajukan dugaan sementara (hipotesis), mengumpulkan data, dan merumuskan teori sebagai kegiatan terakhir.
(3) Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
(4) Masyarakat belajar (learning commnunity)
Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual (CTL). Masyarakat belajar adalah kelompok belajar yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Aplikasinya dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, atau belajar dengan teman-teman lainnya. Belajar bersama dengan orang lain lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari berbagi pengalaman antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen sehingga sehingga akan terjadi kerja sama antara siswa yang pandai dengan siswa yang lambat. Kegiatan masyarakat belajar difokuskan pada aktivitas berbicara
dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Priyatni (2002:3) menyebutkan bahwa aspek kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan learning community.
(5) Pemodelan (modelling)
Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam pembelajaran kontekstual. Konsep ini berhubungan dengan kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran agar siswa dapat mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan dengan model yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, siswa juga dapat berperan aktif dalam mencoba menghasilkan model.
Priyatni (2002:3) menyatakan bahwa kegiatan pemberian model bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar siswa melakukannya.
(6) Refleksi (reflction)
Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam pembelajaran kontruktivisme. Konsep ini merupakan proses berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses telaah terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang dihubungkan dengan apa yang telah dipelajari siswa, dan memotivasi munculnya ide-ide baru. Refleksi berarti melihat kembali suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal yang telah diketahui, dan hal yang belum diketahui. Realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang
diperolehnya hari itu, catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu.
Priyatni (2002:3) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi adalah kegiatan memikirkan apa yang telah kita pelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan.
(7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka data dan informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajarannya.
Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai kompetensi siswa secara nyata dengan menggunakan berbagai alat dan berbagai teknik tes, portofolio, lembar observasi, unjuk kerja, dan sebagainya. Prosedur penilaian yang menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang sebenarnya ditekankan pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agara mamapu mempelajari sesuatu, bukan hanya memperoleh informasi pada akhir periode. Kemajuan belajar siswa dinilai bukan hanya yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih pada proses belajarnya.
D. Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan menanamkan bekal keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia bukan hanya memberikan pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus dibuat semenarik mungkin agar siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menghendaki sebuah proses pragmatik, bukan teoritik belaka. Pembelajaran yang memanfaatkan CTL sangat diperlukan.
Menurut Endraswara (2003:58) pendekatan kontekstual memang cukup strategis karena menghendaki (1) terhayati fakta yang dipelajari, (2) permasalahan yang akan dipelajari harus jelas, terarah, rinci, (3) pragmatika materi harus mengacu pada kebermanfaatan secara konkret, dan (4) memerlukan belajar kooperatif dan mandiri.
Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan sebagai berikut.
(1) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Membaca
Membaca menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu strategi, kelancaran, pembaca, dan teks.
Dalam pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas. Masyarakat belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar
informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
Guru seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.
(2) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Berbicara
Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara.
Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa.
Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif.
Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.
(3) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan
Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif, konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk
mendengarkan. Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman. Kemudian siswa diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada keterampilan mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa. Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung dan pembelajaran keterampilan yang lain.
Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam satu periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan siswa dalam keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan untuk mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa.
Teknik ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami, perasaan siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat berupa diary, atau catatan siswa yang lain.
(4) Penerapan CTL dalam Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis kreatif.
Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan melainkan siswa sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memberikan instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa ada penguatan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep yang dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat dipahami dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan terdekatnya. Guru seharusnya dapat memberikan ruang bebas untuk siswa agar dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu dibatasi. Komponen CTL berwujud refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan realitas sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa pemberian tugas menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya dapat dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang dipelajari hari itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian jawaban tentang permasalahan tersebut. Setelah siswa menulis diary dalam periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa tersebut dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi kompetensi atau belum.
Seorang guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan penilaian secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa harus sesuai dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat rubrik penilaian yang dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum membuat rubrik, guru harus dapat membuat instrumen yang mudah
dimengerti oleh siswa, dan instrumen yang dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif. Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat memfasilitasi siwa untuk menulis kreatif.
BAB III
PENUTUP
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran. Kerja
sama yang baik antara para pelaksana pendidikan dengan masyarakat akan memperlancar proses pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Komaruddin, Erien. 2005. Panduan Kreatif Bahasa Indonesia. Bogor: Yudhistira.
Nurhadi, dkk. 2002. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Priyatni, Endah Tri. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pembelajaran Konteksual. Makalah disajikan dalam Semlok KBK dan Pembelajarannya di SMAN 2 Jombang. Malang: Universitas Negeri Malang.
Priyatni, Endah Tri. 2002. Penerapan Konsep dan Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran dan Pembelajaran Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Kumpulan Materi TOT CTL Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Lanjutan Tingkat pertama. Jakarta: Depdiknas.
Suyanto, Kasihani E. 2003. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah disajikan dalam Penataran Terintegrasi, AA dalam CTL. Malang: Universitas Negeri Malang.
Komentar
Posting Komentar